Dua garis biru terpampang secara jelas dalam sebuah testpack yang aku pegang. Momen yang ditunggu akhirnya datang. Setelah penantian sekitar 6 bulan yang cukup melelahkan. Akhirnya.... aku hamil.
Ketika aku memberitahu suamiku, jujur, awalnya ia kaget. Sampai-sampai kami melakukan 5 kali tes dengan hasil yang sama. Akhirnya kami sadar bahwa ini nyata adanya dan kamipun bersyukur. Esoknya kami pergi ke bidan untuk memastikan, tidak ada pemeriksaan yang berarti karena keterbatasan fasilitas juga. Bidan hanya menjelaskan usia kandunganku 4 minggu, dan memberikan suplement, prenatal vitamin. Ia juga menyarankan untuk berkunjung ke dokter 2 minggu setelahnya jika ingin melihat adek bayi, karena diusia segitu adek bayi sudah bisa terlihat dengan jelas.
Dua minggu berlalu. Aku merengek sama suami untuk memeriksa kandungan ke dokter. Awalnya suami tidak mau karena dia rasa terlalu dini. Namun, pada akhirnya kami pergi kesalahsatu dokter di Tasikmalaya dekat kantor tempatku bekerja. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya giliran ku tiba. Senang bercampur cemas itu yang aku rasakan. Ketika melihat gambaran rahim di monitor, dokter menjelaskan bahwa kondisi rahimku bagus, bersih dan tidak ada tanda-tanda kelainan. Namun, ketika berpindah topik membahas kehamilan. Ia terheran, usia kehamilan sudah 6 minggu namun kantung kehamilanku masih kosong dan belum memperlihatkan bakal janin. Ia pun memberikan diagnosa yang membuatku kehilangan semangat " harusnya udah ada titik putih didalam kantung sebagai bakal janin
Tapi disni gak ada yah? Sepertinya ini gejala BO ( blighted ovum) atau kehamilan kosong deh. Saya kasi vitamin dulu sama penguat, nanti dua minggu lagi kesini. Nanti kita lihat bakal janinnya ada atau engga. Dan kalau memang BO, ibu harus dikuretase". Penjelasan yang cukup panjang tersebut hanya kudengar sepintas karena otakku sudah terpaku pada sebagian bahasa negatif beliau, BO dan kuretase. Apa itu? Bahayakah? Sebagai newbie, aku gak bisa berkata apa-apa. Aku keluar meninggalkan tempat praktik beliau. Sedih, bingung, putus asa. Aku Pun terkulai lemah dan batinku menangis.
Setelah mendengar diagnosa dokter, hati menjadi tak tenang. Apalagi aku tipe orang pemikir, insecure, dan sensitif. Kubuka mesin pencari, ku cari berbagai informasi tentang BO dan yang kudapatkan hanya kecemasan yang makin berlipat. Benar saja 2 hari setelah kontrol dokter, aku stress dan ngflek. Aku tersadar ketika sedang dipertengahan mengajar, sewaktu akan menunaikan shalat maghrib, kudapatkan flek darah yang cukup banyak. Tangis ku pecah, batinku meledak, aku putus asa. Teman2 di kantorku pun panik, ditlpnlah suamiku dan ia menjemput ku. Saat dalam perjalanan pulang ia mencoba menenangkan tapi air mataku semakin berlinang. Sesampainya d rmh, ia mengabari orang tua ku, orang tua nya. Dan air mataku kembali mengucur deras saat mendengar suara mama d tlpn. Keesokan harinya orangtuaku datang, dan mereka tampak khawatir. Memang flek darah nya sudah berhenti sejak tadi malam, namun kami memutuskan untuk mengeceknya ke dokter, dokter yang berbeda.
Sesampainya ditempat praktik, rasa cemas dan takut semakin menjadi, namun aku hanya mencoba untuk pasrah. Akhirnya giliran ku tiba, aku menceritakan setiap diagnosa yang diberikan dokter sebelumnya, dan keadaanku tadi malam. Namun dokter tersebut membalasnya dengan sangat positif. "Ini kantung kehamilannya masih bagus kok, cuman ada pendarahan dikit di rahim. Setiap orang memiliki perkembangan janin yang berbeda-beda. Di saya ini ukurannya masih 5 minggu, sangat wajar kalau embrio nya blm terlihat karena masih kecil. Kita tunggu dua minggu lagi yah, nanti mudah2n adek bayi nya udah nongol." Setelah mendapat sugesti positif tersebut akhir aku merasa lega, bedrest pun dilalui. 7 hari aku istirahat total dengan pengawasan dan support suami.
Dua minggu setelahnya, aku ditemani orangtuaku pergi ke Dokter untuk check up Hati ini berdebar kencang, mengingat apa yang akan ku lalui. Namun, aku siap dengan berbagai kemungkinan terburuk. Akhirnya, saat masuk ruang pemeriksaan, Dokter menyambutku dengan senyuman. "Bismillah yah, kita lihat hasilnya sama-sama." Ku lihat layar monitor, dan terpampang jelas ada makhluk kecil yang sedang berenang dengan aktif dalam rahimku. Alhamdulillah, akhirnya bakal janin sudah nampak dan sesuai dengan usianya. Akupun tak kuasa menahan tangis. Aku memeluk mamah yang sama-sama menangis. Setelahnya ku lanjutkan perjalanan kehamilan pertamaku dengan bahagia, optimis, dan berfikir positif. AKu sehat, anakku sehat, kami berdua sehat dan kuat. Menjalani trimester pertama dengan penuh drama membuat aku sangat peka dan insecure . Menginjak usia 18 minggu, aku dan suami mulai menerka-nerka jenis kelamin anak kami. Sungguh, dari awal memiliki keinginan untuk hamil. Hati ini sangat mendambakan ...

Komentar
Posting Komentar