Langsung ke konten utama

MENIKAH

Bukankah hidup dan berjuang bersama dengan orang yang kamu cinta adalah hal yang didamba setiap manusia? Termasuk saya. 2013 silam, ada seorang lelaki yang menarik perhatian saya. Dama, Lelaki dengan tinggi 175cm, penyuka angka, dan tak pernah mengenal asap rokok itu membuat saya kagum. Awalnya saya tak pernah terpikirkan untuk menjalin hubungan serius dengannya, hanya menjalani saja karena memang usia saya saat itu masih jauh dari pemikiran-pemikiran tentang masa depan. Usia dimana saya masih tergila-gila dengan oppa korea. Namun, ia, dengan keseriusannya meminta untuk diperkenalkan kepada kedua orang tua saya, pun sebaliknya ia kenalkan saya pada orang tuanya. Singkat cerita, tahun demi tahun kami lalui, putus nyambung pun kami lalui. Namun anehnya setiap hendak berpisah, layaknya magnet, kami selalu tertarik ke titik awal dimana kami bersama. Takdir mungkin. Titik klimaks hubungan kami adalah disaat kami berdua telah lulus, keinginan untuk menikah pun sudah semakin besar. Namun ternyata, mencari modal nikah itu tak semudah membalikan telapak tangan. Ia dengan didikan yang tegas, diharuskan mencari modal nikah sendiri tanpa bantuan orangtua. Galau rasanya mengingat angka ditabungan bersama kami tak kunjung bertambah. Sampai akhirnya Allah berikan jalan, atas izin-Nya dalam waktu sekitar 7bulan kami memperoleh tabungan yang cukup. Niat menikah dengan sederhana pun tertancap dihati, asalkan niat nikah karena ibadah, walau berhiaskan kesederhanaan, tapi berkah yang dirasakan tak terhingga. 14 April 2013 kami bersama, 02 Juli 2018 kami menikah. Setelah menikah, banyak hal yang harus kami benahi. 5 tahun menjalin hubungan tak lantas membuat kami tahu satu sama lain. Jauh, jauh lebih dalam banyak rahasia dan hal lain yang membuat kami terus belajar untuk saling memahami dan bertoleransi. Satu bulan, dua bulan, tiga bulan kami nikmati setiap momen bersama. Menikmati masa-masa pacaran setelah halal yang pastinya berbeda dengan pacaran sebelum halal. Bermimpi memiliki buah hati pun, terbesit sesekali. Memang kami membiarkan semuanya berjalan layaknya air, kami hanya menjalani sampai Allah percayakan kami buah hati. Dan kami selalu yakini mungkin itu terjadi suatu saat nanti. ketika bulan demi bulan tak kunjung dikaruniai. Sampai 6 bulan usia pernikahan kami, Januari. Anehnya, bulan tersebut saya tidak terlalu berharap. Jika dibulan-bulan sebelumnya saya excited membeli alat testpack untuk sekadar memuaskan rasa penasaran. Januari itu saya benar2 lupa. Saya hanya menikmati hari-hari saya sampai akhirnya saya tersadar bahwa ada sesuatu yang terjadi. Dengan memantapkan hati, saya beli testpack dan memberanikan diri untuk menguji.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMIL (2)

Dua minggu setelahnya, aku ditemani orangtuaku pergi ke Dokter untuk check up Hati ini berdebar kencang, mengingat apa yang akan ku lalui. Namun, aku siap dengan berbagai kemungkinan terburuk. Akhirnya, saat masuk ruang pemeriksaan, Dokter menyambutku dengan senyuman. "Bismillah yah, kita lihat hasilnya sama-sama." Ku lihat layar monitor, dan terpampang jelas ada makhluk kecil yang sedang berenang dengan aktif dalam rahimku. Alhamdulillah, akhirnya bakal janin sudah nampak dan sesuai dengan usianya. Akupun tak kuasa menahan tangis. Aku memeluk mamah yang sama-sama menangis. Setelahnya ku lanjutkan perjalanan kehamilan pertamaku dengan bahagia, optimis, dan berfikir positif. AKu sehat, anakku sehat, kami berdua sehat dan kuat. Menjalani trimester pertama dengan penuh drama membuat aku sangat peka dan insecure . Menginjak usia 18 minggu, aku dan suami mulai menerka-nerka jenis kelamin anak kami. Sungguh, dari awal memiliki keinginan untuk hamil. Hati ini sangat mendambakan ...

HAMIL (1)

Dua garis biru terpampang secara jelas dalam sebuah testpack yang aku pegang. Momen yang ditunggu akhirnya datang. Setelah penantian sekitar 6 bulan yang cukup melelahkan. Akhirnya.... aku hamil. Ketika aku memberitahu suamiku, jujur, awalnya ia kaget. Sampai-sampai kami melakukan 5 kali tes dengan hasil yang sama. Akhirnya kami sadar bahwa ini nyata adanya dan kamipun bersyukur. Esoknya kami pergi ke bidan untuk memastikan, tidak ada pemeriksaan yang berarti karena keterbatasan fasilitas juga. Bidan hanya menjelaskan usia kandunganku 4 minggu, dan memberikan suplement, prenatal vitamin. Ia juga menyarankan untuk berkunjung ke dokter 2 minggu setelahnya jika ingin melihat adek bayi, karena diusia segitu adek bayi sudah bisa terlihat dengan jelas. Dua minggu berlalu. Aku merengek sama suami untuk memeriksa kandungan ke dokter. Awalnya suami tidak mau karena dia rasa terlalu dini. Namun, pada akhirnya kami pergi kesalahsatu dokter di Tasikmalaya dekat kantor tempatku bekerja. Setela...